Jumat, 01 April 2011

Jihad VS Terorisme


Jihad dan teroris, dua kata yang senantiasa jadi polemik bahkan sentimen agama. Perlu diketahui, jihad sudah jauh lebih dulu muncul dan berkembang sebelum istilah terorisme lahir. Kita bisa melihat ini berdasarkan berbagai fakta sejarah, khususnya sejarah perkembangan Islam, serta perkembangan literatur ketatabahasaan dan kesusatraan. Kata jihad merupakan sebuah tujuan, perintah dan keyakinan akan kesempurnaan ibadah bagi seorang muslim. Dalam hal ini, jihad dapat diinterpretasikan secara kontekstual, dalam keadaan perang atau damai. Artinya, jihad tidak selalu diartikan sebagai kewajiban perang dengan mengunakan senjata, melainkan dapat dilakukan melalui pendekatan cultural dan sosial dalam konteks suasana damai.
Istilah terorisme, muncul sekitar tahun 1800-an sebagai bentuk antithesa sejarah dalam perkembangan dan perjuangan kemerdekaan Negara-negara di dunia. pemerintahan negara core (payung/pusat) berupaya menentang setiap gerakan kemerdekaan Negara-negara pheriphery-nya (penyangga/pinggiran). Setiap upaya pembebasan dan pemerdekaan Negara-bangsa pada saat itu, diisukan sebagai gerakan terror terhadap stabilitas persekutuan. Amerika Serikat, merupakan Negara pertama yang memunculkan istilah terorisme, yakni ketika AS berupaya menaklukan Negara-negara minyak Amerika Latin seperti Venezuela, Mexico dan Equador untuk menjadi jajahannya. Di kemudian hari, teroris dikembangkan sebagai sebuah isu untuk menyudutkan ideologi dan kelompok agama tertentu (Islam). Dalam upaya ini, Negara-negara Timur-tengah yang anti Barat (AS dan sekutunya) merupakan sasaran isu teroris yang paling gencar.
Menurut Noam Chomsky, istilah terorisme dimunculkan AS untuk menggambarkan perjuangan Bangsa Arab dalam mempertahankan wilayah dan agamanya. Bangsa Arab yang saat itu dianggap bangsa Bar-bar yang tidak berperikemanusiaan. Sekali lagi, itu versi AS pada masa awal adidayanya. Setiap gerakan perlawanan anti AS, mereka sebut serangan teroris. Sebutlah Qadhafi (Libya), Al-Asad (Mesir), Saddam Hussein (Irak), dan Ayatullah Khomeini (Iran). Negara-negara tersebut, kerap dijadikan tersangka utama atas berbagai kasus terorisme. Misalnya, Tragedi Lockerbie yang menewaskan sekitar 205 penumpang pesawat mengindikasikan keterlibatan pemerintah Libya-Qadhafi.
Islam seolah-olah diidentikkan dengan setiap gerakan terorisme. Sikap politik Barat (AS) menggeneralisasi umat Islam ini menimbulkan kritik dan perlawanan dari beberapa tokoh muslim dan peneliti perkembangan politik dunia. Dalam pidato politik  dan tulisannya, Shah Iran dan Muammar Qadhafi kerap menyebutkan “Who’s The Terorist” kepada dunia Barat, khususnya AS. Terorris tidak sama dengan gerakan jihad karena ajaran Islam tidak memrintahkan untuk melakukan tindakan destruktif terhadap orang lain yang tidak meyerangnya.
Ada karakteristik yang berbeda antara jihad dengan teroris. Jihad bertujuan konstruktif bukan destruktif walaupun dalam pencapaiannya harus ada peperangan. Dalam hal ini, jihad wajib dilakukan dalam kondisi bela Negara dari serangan musuh atau ada serangan destruktif dari pihak lain yang akan mengancam kelangsungan hidup dan agama. Misalnya, jihadnya para syuhada bersama Rasulullah dalam menegakkan Islam, Jihadnya rakyat Palestina dalam mempertahankan wilayah dan agamanya atau perjuangan para pahlawan dalam mencapai dan mempertahankan kemerdekaan, serta keutuhan NKRI. Dalam keadaan damai dan tanpa peperangan, kewajiban jihad lebih ditekankan kepada dakwah, serta peningkatan kemampuan intelektual dan spiritualitas umat Islam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar