Begitu banyak masalah pernikahan yang terjadi dalam  kurun usia tertentu, tepatnya usia 40-60.  Pada umumnya kita mengaitkan  gejala itu dengan pubertas II.  Pertanyaannya adalah, apakah ada  pubertas II dan jika ada, apakah yang dapat kita lakukan untuk mencegah  terjadinya masalah dalam pernikahan?
Fakta
 - Sesungguhnya masalah yang dikaitkan  dengan pubertas adalah masalah-masalah perubahan akibat perkembangan  fisik.  Masa remaja adalah masa pubertas yang sarat dengan perubahan  fisik yang menyebabkan munculnya perubahan cara berpikir, keterampilan  menjalin relasi, dan pengelolaan emosi.  Dalam pengertian ini, kita  dapat menyandingkan pengalaman usia paro-baya dengan usia remaja di mana  pada usia paro-baya terjadi banyak perubahan fisik pula.  Perbedaannya  adalah, perubahan fisik pada usia paro-baya ditandai dengan penyusutan  kapasitas sedangkan pada masa remaja, karakter utama perubahan fisik  adalah penambahan kapasitas.
 
Perubahan fisik pada usia paro-baya memunculkan pembatasan  aktivitas fisik.  Ada yang dapat menerimanya namun ada pula yang tidak  dapat menerimanya.  Perilaku kita yang tidak dapat menerimanya ditandai  dengan bertambahnya upaya untuk melestarikan usia muda, misalnya  meningkatkan frekuensi berolah raga, memperhatikan berat tubuh,  mengurangi kerut wajah, dsb.  Kerap kali perilaku inilah yang dikaitkan  dengan perilaku "genit" dan pubertas II padahal motif utama di sini  adalah memperlambat proses penuaan.
Namun, apakah ada yang bertambah genit dalam artian yang  sesungguhnya sebagai akibat proses penuaan ini?  Jawabnya ialah, ada.   Jika kita tidak dapat menerima proses penuaan ini, mungkin saja kita  lari kepada faktor daya pikat terhadap lawan jenis.  Kita terperangkap  ke dalam perilaku menguji "kesaktian": Apakah lawan jenis masih tertarik  kepada kita?  Dalam pengertian ini, memang ada kesamaan antara masa  remaja dan masa paro-baya di mana di kedua kurun ini ada kebutuhan untuk  mendapatkan peneguhan identitas diri.
Bertambah rawannya usia paro-baya terhadap godaan selingkuh  juga disebabkan oleh bertambah mapannya kita secara sosial dan ekonomi.   Kemapanan ini menambah daya tarik sebab cukup banyak lawan jenis dari  usia yang lebih muda yang mendambakan kemapanan sosial dan ekonomi.  
Bertambahnya godaan selingkuh juga ditimbulkan oleh  bertambah matangnya emosi dan proses berpikir kita.  Pada umumnya di  usia paro-baya kita telah mencapai kematangan yang membuat kita lebih  bijak dan stabil dalam menghadapi hidup.  Ini adalah daya tarik bagi  sebagian lawan jenis dari usia yang lebih muda.  Mereka merindukan  ketenteraman dan kita menawarkan ketenteraman.
Perubahan pada usia paro-baya dapat pula terjadi  kebalikannya, yakni pada usia ini bukan kemapanan yang kita cicipi  melainkan kejatuhan.  Biasanya ini disebabkan oleh PHK atau kebangkrutan  dan sudah tentu dampaknya dapat berbeda pula.  Di tengah proses penuaan  dan penyusutan kapasitas fisik, kejatuhan ekonomi membawa perubahan  sosial yang besar.  Tiba-tiba kita kehilangan lingkup perkawanan, baik  karena perubahan lingkup kerja atau karena inisiatif pribadi untuk  menarik diri.
Selain menarik diri, ada pula orang yang melarikan diri ke  hal-hal negatif dan salah satunya adalah penerimaan lawan jenis dan  kepuasan seksual sesaat.  Di saat krisis, kelemahan purbakala cenderung  muncul kembali dan daya tahan untuk mengatasi godaan cenderung menurun.
Godaan untuk selingkuh bertambah besar pada usia paro baya  karena faktor kebosanan dan perbedaan biologis antara pria dan wanita.   Pada usia paro-baya, aktivitas seksual mulai kehilangan kesegarannya dan  tanpa kasih dan komitmen yang kuat, perubahan ini membuka peluang  masuknya godaan.  Juga ada masalah perubahan biologis yang dialami  wanita akibat proses menopause sehingga tidak jarang gairah seksual  berkurang dan kenikmatan seksual terganggu akibat rasa sakit.  Tidak  jarang pada masa ini pria tergoda mencari wanita lain untuk memenuhi  kebutuhan seksualnya dan wanita menerima uluran tangan pria lain karena  kesepian dan haus kasih sayang serta perhatian.
Godaan untuk selingkuh juga bertambah seiring dengan  mengendornya ikatan keluarga-anak menginjak akil balig dan orangtua  telah tua atau meninggal.  Perubahan ini menciptakan kebebasan dan jika  tidak hati-hati, rasa pertanggungjawaban akan merosot pula.
Kesimpulan
 - Setiap perubahan menuntut penyesuaian, tidak terkecuali  perubahan pada masa paro-baya.  Penyesuaian menuntut kerendahan hati dan  kesabaran.  Tanpa kerendahan hati kita tidak akan bersedia menyesuaikan  diri dan tanpa kesabaran, kita hanya menuntut orang lain untuk  menyesuaikan diri dengan kita.
- Setiap perubahan memunculkan krisis, baik dalam kadar yang  kecil atau besar.  Setiap krisis harus dilalui dengan ketabahan dan  kerja sama.  Krisis menimbulkan rasa sakit dan tidak berdaya, namun di  saat ini kita mesti tabah alias bertahan dalam suasana yang tidak  nyaman.  Di masa krisis kita pun cenderung menyalahkan orang lain  sedangkan yang sebenarnya diperlukan adalah kerja sama.
Firman Tuhan: "Aku telah belajar  mencukupkan diri dalam segala keadaan.  Aku tahu apa itu kekurangan dan  aku tahu apa itu kelimpahan. . . . Segala perkara dapat kutanggung di  dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."  Filipi 4:11-13
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar